A. Sejarah Psikologi Sosial
Sebuah
artikel tentang penelitian Warnaen menunjukkan bahwa psikologi sosial di
Indonesia telah ada lebih dari 3 dasawarsa. Diluar Indonesia, psikologi sosial
jika dilhat dari tahun kelahirannya bisa jadi lebih dulu lahir dibanding
psikologi itu sendiri. Psikologi dianggap berdiri pada tahun 1879 sejak adanya
percobaan laboratorium psikologi oleh Wundt, sedangkan psikologi sosial
dianggap lahir pada pertengahan abad ke 19 bertepatan dengan munculnya konsep
psikologi sosial yang disebut sebagai folk
psychologist, kemudian pada tahun 1860 terbentuklah sebuah jurnal yang
mengupas masalah teoritis dan faktual yang dibentuk oleh Lazarus dan Seinthal
yang disebut Volkerpsychologie (Vaughan dan Hogg, 2002)
Tulisan
yang paling sering dianggap sebagai cikal bakal psikologi sosial adalah tulisan
“kembar” yang ditulis oleh William McDougall dan Ross. Dikatakan kembar karena
tulisan tersebut memiliki judul yang sama serta dibentuk pada tahun yang sama
pula. Perbedaan kedua tulisan ini terdapat pada cara pandang penulis terhadap
psikologi sosial. McDougall menekankan bahwa tingkah laku sosial merupakan
perwujudan insting sedangkan Ross melihat tingkah laku sosial dalam padangan
sosiologi (Vaughan dan Hogg, 2002, Baron dan Byrne, 1994). Tulisan lain yang
dianggap fenomenal adalah tulisan dari Floyd Allport pada tahun 1924 dan
argumentasinya terbukti bahwa tingkah laku sosial berakar dari berbagai faktor,
mulai dari kehadiran oranglain hingga penggunaan metode eksperimental untuk
penelitian psikologi sosial.
Pasca
perang dunia II mulai bermunculan penelitian penelitian yang didasarkan pada
kejadian perang dunia II, tokoh yang lahir pada masa ini diantaranya adalah
Leon Festinger yang dikenal dengan teori disonansi kognitif, Kurt Lewin dengan
teori lapangannya serta Migram, Solomon dan Asch. Kurt lewin yang merupakan
salah satu tokoh psikologi sosial, terkenal dengan rumusan teoritis tingkah
laku yang menyatakan bahwa perilaku (behavior) merupakan hasil interaksi antara
individu dengan lingkungannya.
Pada
tahun 1960 – 1970 mencul kekhawatiran bahwa psikologi sosial menjadi terlalu
reduksionis dan posivistik, reduksionis ialah segi pandangan yang berpendirian,
bahwa metode yang benar untuk dipakai dalam usaha memahami suatu gejala adalah
menganalisis gejalanya atau menyederhanakan sampai dengan komponen komponennya.
Sedangkan posivistik adalah penerimaan non kritis sebagai satu pengetahuan yang
didapat sebagai kebenaran tunggal tanpa adanya gugatan (Vaughan dan Hogg,
2002). Hal ini dapat menimbulkan salah paham dalam menjelaskan berbagai hal
yang berkaitan dengan psikologi sosial.
Tahun
1970 – 1980-an merupakan puncak dari perkembangan psikologi sosial, topik topik
penelitiannya juga semakin berkembang seperti atribusi, sikap, psikologi
politik dan lain sebagainya. Dimasa depan, penelitian akan mengarah pada
kognisi dan penerapan psikologi sosial dengan menggunakan perspektif
kebudayaan. Faktor kognisi yang berupa atribusi, sikap, strereotip, prasangka
dan disonansi kognitif (Baron dan Byrne, 1994; Glassman dan Hadad, 2004) adalah
konsep dasar dari tingkah laku sosial manusia.